Category: Kehamilan

  • Kondisi yang Mengharuskan Bumil Menjalani Operasi Caesar

    www.laborblog.my.id - Di dunia kedokteran, proses melahirkan bisa dilakukan dengan dua cara yaitu melahirkan normal (vaginal) dan operasi sesar. Jalan lahir sesar memang menjadi pilihan alternatif ketika kondisi para ibu tak memungkinkan untuk mengejan untuk melahirkan.

    ilustrasi | Net
    – Di dunia kedokteran, proses melahirkan bisa dilakukan dengan dua cara yaitu melahirkan normal (vaginal) dan operasi sesar. Jalan lahir sesar memang menjadi pilihan alternatif ketika kondisi para ibu tak memungkinkan untuk mengejan untuk melahirkan.


    Dokter spesialis kandungan Muhammad Dwi Priangga mengatakan ada tiga kondisi yang menyebabkan ibu musti menjalani operasi sesar.
    “Ada indikasi karena kondisi ibu, kondisi janin atau kondisi keduanya yang menyebabkan harus dioperasi sesar,” kata Angga saat dihubungi CNNIndonesia.com melalui pesan singkat, Jumat (15/11).
    Pertama, kondisi ibu. Ibu dengan kondisi misal tekanan darah tinggi, infeksi pada ibu, gagal induksi dan kehamilan lewat bulan.
    Kehamilan lewat bulan artinya usia kehamilan di atas 42 minggu. Umumnya kehamilan cukup waktu berada di 38-41 minggu. Operasi sesar jadi jawaban saat kehamilan lewat bulan karena di atas 41 minggu fungsi plasenta menurun. Padahal plasenta merupakan sumber nutrisi janin.
    Kedua, kondisi bayi misalkan hipoksia janin atau gawat janin, kemudian presentasi abnormal misal bokong atau lintang (bayi sungsang),” kata dia. Hipoksia janin atau gawat janin (fetal distress) merupakan kondisi yang menandakan janin kekurangan oksigen selama kehamilan atau persalinan.
    Dalam kesempatan terpisah, Profesor ahli kandungan dokter Ali Baziad mengatakan bahwa operasi sesar juga dilakukan jika posisi bayi tidak normal seperti melintang atau posisi bokong di bawah. Caesar juga dilakukan jika posisi plasenta berada di bawah.
    Selain ketidaknormalan pada bayi, kelainan pada ibu juga menjadi alasan persalinan menggunakan metode Caesar. Misalnya, ibu yang memiliki kelainan jantung dan paru-paru sehingga berbahaya saat mengejan pada lahiran normal.
    Bisa pula karena berat bayi yang besar sedangkan panggul ibu yang kecil sehingga bayi tak bisa lewat. “Misalnya berat bayi 4kg, sedangkan pinggul ibu cuma bisa dilewati untuk yang berat 3,5kg, maka itu dilakukan operasi Caesar,” tutur Ali yang praktik di RS Brawijaya.
    Ali juga mengatakan Caesar juga dilakukan jika ibu sudah mengalami Caesar dua kali, karena akan sangat berisiko jika mencoba melahirkan normal untuk yang ketiga kalinya. “Kalau baru sekali, yang kedua boleh melahirkan normal jika hamil memiliki rentang jarak satu tahun,” ucap Ali yang juga merupakan dosen di FK UI.
    Kondisi lain yang menyebabkan ibu harus melahirkan secara sesar adalah kondisi CPD atau cephalopelvic disproportion. “Ini kondisi di mana rasio luas panggul ibu lebih kecil dibandingkan besarnya bayi sehingga tidak mungkin lahir melalui vagina atau jalan lahir normal,” imbuh Angga.
    Ketiga, Permintaan Pasien
    Selain kondisi pada ibu dan bayi, Caesar juga dapat dilakukan karena permintaan pasien. “Banyak sekali yang seperti itu, padahal sebenernya enggak boleh. Tapi, dokter juga tidak bisa menolak karena itu hak pasien,” ungkap Ali.
    Menurut Ali, pasien umumnya meminta tindakan Caesar karena ingin lahir pada tanggal tertentu atau takut dan tidak tahan rasa sakit.
    Umumnya, pasien malas berlama-lama mengejan dan menanggung rasa sakit saat persalinan normal yang dapat berlangsung 10-15 jam. Sedangkan, metode Caesar hanya berlangsung 1-2 jam saja.
    “Dokter selalu menyarankan untuk melakukan persalinan normal jika memungkinkan. Normal dan Caesar ada risikonya, tapi dewasa ini kemajuan teknologi kedokteran membuat risiko itu sangat kecil,” ucap Ali.


    Penelitian WHO menunjukkan tingkat kelahiran lewat bedah sesar meningkat hampir dua kali lipat dari tahun 2000 hingga 2015 di dunia. Pada tahun 2000, tercatat penggunaan metode sesar sebanyak 12 persen dari total kelahiran menjadi 21 persen pada 2015.

  • Cara Yang Tepat Mengatasi Stres bagi Ibu Hamil

    www.laborblog.my.id - Ibu hamil rentan mengalami stres. Setiap hari, ibu yang sedang mengandung dapat menghadapi beragam keluhan mengenai kondisi diri dan juga si jabang bayi. Mengatasi stres pada ibu hamil membutuhkan cara yang tepat agar kehamilan berlangsung sehat dan menyenangkan.

    ilustrasi | Net
    – Ibu hamil rentan mengalami stres. Setiap hari, ibu yang sedang mengandung dapat menghadapi beragam keluhan mengenai kondisi diri dan juga si jabang bayi. Mengatasi stres pada ibu hamil membutuhkan cara yang tepat agar kehamilan berlangsung sehat dan menyenangkan.


    Psikolog Putu Andani menjelaskan, terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi stres pada ibu hamil.
    “Ibu hamil itu rentan stres karena ada perubahan setiap hari mulai dari trimester satu, dua, hingga tiga, keluhannya bisa beda-beda apalagi pada ibu hamil berisiko tinggi. Dibutuhkan cara penanggulangan stres yang tepat melalui diri sendiri dan dukungan dari support system,” kata Putu di Jakarta, beberapa waktu lalu.
    Cara penanggulangan stres yang tepat dapat membantu ibu mengelola tekanan dengan cara yang sehat. Menurut Putu, hal yang paling pertama yang perlu dilakukan ibu hamil untuk mengatasi stres adalah dimulai dari diri sendiri. Ada dua cara yang dapat dilakukan ibu untuk mengatasi stres saat kehamilan.
    Pertama, melalui strategi problem focus. Strategi ini berupa fokus pada penyelesaian masalah dan pencarian jalan keluar. Misalnya, saat memiliki masalah kesehatan ketika hamil, maka yang perlu dilakukan adalah mencari bantuan dari dokter yang tepat.
    Kedua, melalui strategi emotional focus berupa pengelolaan emosi diri dengan baik.
    “Problem focus digunakan untuk masalah yang bisa kita kendalikan, sedangkan emotional focus itu sesuatu yang di luar kendali,” kata Putu. Keduanya, lanjut dia, perlu dilakukan bersama-sama.
    Mengelola emosi dapat dilakukan dengan cara distraksi atau mengalihkan perhatian dengan melakukan hal yang disenangi seperti menonton, membaca buku, dan beragam hal lain yang bisa membuat diri tenang.
    Mengelola emosi juga bisa dilakukan dengan membuka diri. Putu menyebut, membuka diri bisa dilakukan dengan bercerita kepada orang lain, membuat jurnal atau menulis diari.
    “Nangis juga merupakan salah satu cara membuka diri, jangan biarkan stres membuat kita memendam perasaan. Penelitian juga menemukan, menulis jurnal atau diari efektif untuk membuka diri dan melepas stres,” ucap Putu yang merupakan psikolog dari Tiga Generasi.
    Ibu hamil juga dapat mengelola emosi dengan berpikiran positif dan juga melakukan kegiatan spiritual seperti berdoa dan berserah diri.
    Selain dari diri sendiri, ibu hamil juga membutuhkan dukungan dari orang terdekat terutama suami, keluarga, dan teman. Suami diminta untuk lebih peka terhadap kondisi istri agar tak merasa sendirian menghadapi kehamilan.


    Keluarga dan teman juga diharapkan dapat menciptakan lingkungan dan suasana yang menyenangkan bagi ibu hamil.
    Sumber: CNN